MAKALAH
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
Oleh:
Dedi Rohmanu
(13226/2009)
PENDIDIKAN SEJARAH
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PENGANTAR
Pendidikan dalam konteks
upaya merekonstruksi suatu peradaban merupakan salah satu kebutuhan (jasa)
asasi yang dibutuhkan oleh setiap manusia dan kewajiban yang harus diemban oleh
negara agar dapat membentuk masyarakat yang memiliki pemahaman dan kemampuan
untuk menjalankan fungsi-fungsi kehidupan selaras dengan fitrahnya serta mampu
mengembangkan kehidupannya menjadi lebih baik dari setiap masa ke masa
berikutnya.
Fitrah kehidupan manusia
adalah menjalani kehidupan ini sesuai dengan aturan-aturan kehidupan yang telah
ditetapkan oleh penciptanya, yaitu Allah Swt karena Dia yang paling mengetahui
segalanya tentang makhluk ciptaan-Nya.
Dan tidaklah aku ciptakan jin dan
manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku
Kemudian juga firman-Nya: Sesungguhnya Tuhanmu Maha luas
ampunan-Nya. dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan)mu ketika dia menjadikan
kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin di dalam perut ibumu; Maka
janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah yang paling mengetahui tentang
orang yang bertakwa. (QS. An-Najm[53]:32)
Fitrah ini pula yang akan mengangkat
harkat dan martabat manusia pada posisi yang seharusnya yaitu sebagai makhluk
paling mulia yang diciptakan Allah Swt yang diantaranya dapat tetap terpelihara
dengan didukung oleh keberhasilan suatu proses pendidikan.
Sebagaimana Firman-Nya: (Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar [39]:9) …Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadalah [58]:11)
Sebagaimana Firman-Nya: (Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakal-lah yang dapat menerima pelajaran. (QS. Az-Zumar [39]:9) …Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS. Al-Mujadalah [58]:11)
PENDAHULUAN……………………………………………………..
I.
Kata
Pengantar…………………………………………………..
PEMBAHASAN………………………………………………………
A. Definisi akidah menurut
bahasa……………………………………….
B. Definisi akidah menurut istilah
umum………………………………..
C. Akidah
islam……………………………………………………………….
D. Topic-topik ilmu
akidah………………………………………………….
E. Nama-nama ilmu
akidah…………………………………………………
F. Tauhid………………………………………………………………………
G. Sunnah……………………………………………………………………..
H. Syariah……………………………………………………………………...
I. Kaitan akidah dan
syariah………………………………………………
PENUTUPAN
J. Kesimpulan………………………………………………………………..
K. Daftar
pustaka…………………………………………………………….
A. Definisi Aqidah Menurut Bahasa
Kata “aqidah” diambil dari kata al-‘aqdu, yakni ikatan dan tarikan yang kuat.
Ia juga berarti pemantapan, penetapan, kait-mengait, tempel-menempel, dan
penguatan. Perjanjian dan penegasan sumpah juga disebut ‘aqdu.1 Jual-beli pun disebut ‘aqdu, karena ada keterikatan antara penjual dan pembeli dengan ‘aqdu (transaksi) yang mengikat. Termasuk
juga sebutan ‘aqdu untuk kedua
ujung baju, karena keduanya saling terikat. Juga termasuk sebutan ‘aqdu untuk ikatan kain sarung,
karena diikat dengan mantap.
1 Lihat Mu’jam
Maqayis Al-Lughah, Ibnu Faris, 4/86-90, materi ‘aqada; Lisanul Arab; 3/296-300, dan Al-Qamus Al-Muhith, 383-384
B. Definisi Aqidah Menurut Istilah Umum
Istilah “aqidah” di dalam istilah umum dipakai untuk menyebut keputusan
pikiran yang mantap, benar maupun salah. Jika keputusan pikiran yang mantap itu
benar, maka itulah yang disebut aqidah yang benar, seperti keyakinan umat Islam
tentang ke-Esa-an Allah. Dan jika salah, maka itulah yang disebut aqidah yang
batil, seperti keyakinan umat Nashrani bahwa Allah adalah salah satu dari tiga
oknum tuhan (trinitas). Istilah “aqidah”
juga digunakan untuk menyebut kepercayaan yang mantap dan keputusan tegas yang
tidak bisa dihinggapi kebimbangan. Yaitu apa-apa yang dipercayai oleh
seseorang, diikat kuat oleh sanubarinya, dan dijadikannya sebagai madzhab atau
agama yang dianutnya, tanpa melihat benar atau tidaknya.2
C. Aqidah Islam.
Yaitu, kepercayaan yang mantap
kepada Allah, para Malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para Rasul-Nya, hari
Akhir, qadar yang baik dan yang buruk, serta seluruh muatan Al-Qur’an Al-Karim
dan As-Sunnah Ash-Shahihah berupa pokok-pokok agama, perintah-perintah dan
berita-beritanya, serta apa saja yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih
(ijma’), dan kepasrahan total kepada Allah Ta’ala dalam hal keputusan hukum, perintah, takdir, maupun syara’, serta ketundukan kepada
Rasulullah r
dengan cara mematuhinya, menerima keputusan hukumnya dan mengikutinya.3
D. Topik-Topik Ilmu Aqidah.
Dengan pengertian menurut Ahli
Sunnah wal Jama’ah di atas, maka “aqidah”
adalah sebutan bagi sebuah disiplin ilmu yang dipelajari dan meliputi
aspek-aspek tauhid, iman, Islam, perkara-perkara ghaib, nubuwwat (kenabian), takdir, berita (kisah-kisah), pokok-pokok
hukum yang qath’iy (pasti), dan
masalah-masalah aqidah yang disepakati oleh generasi Salafush Shalih, wala’ (loyalitas) dan bara’ (berlepas diri), serta hal-hal
yang wajib dilakukan terhadap para sahabat dan ummul mukminin (istri-istri Rasulullah r). Dan termasuk di dalamnya adalah
penolakan terhadap orang-orang kafir, para Ahli bid’ah, orang-orang yang suka
mengikuti hawa nafsu, dan seluruh agama, golongan, ataupun madzhab yang
merusak, aliran yang sesat, serta sikap terhadap mereka, dan pokok-pokok
bahasan aqidah lainnya.4
E. Nama-Nama Ilmu Aqidah
Pertama:
Nama-Nama Ilmu Aqidah Menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah5
Ilmu
aqidah menurut Ahli Sunnah wal Jama’ah memiliki beberapa nama dan sebutan yang
menunjukkan pengertian yang sama. Antara lain:
Ø Aqidah, I’tiqad, dan Aqo’id.
Maka
disebut Aqidah Salaf, Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, dan Aqidah Ahli Hadis.
Kitab-kitab
yang menyebutkan nama ini adalah :
- Syarh Ushul I’tiqad Ahli Sunnah wal Jama’ah karya Al-Lalika’iy (wafat:418 H)
- Aqidah As-Salaf Ashab Al-Hadits karya Ash-Shobuni (wafat:449 H)
- Al-I’tiqad karya Al-Baihaqi (wafat:458 H).
5 Lihat Mabahits
fi Aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah, Syaikh DR. Nashir Al-Aql, hal.
9-10; Mafhum Ahli Sunnah wal
Jama’ah Inda Ahli Sunnah wal Jama’ah, DR. Nashir Al-Aql; Muqaddimaat fi Al-I’tiqad, Syaikh
DR. Nashir Al-Qifari, hal. 5-11; artikel milik Syaikh Utsman Jum’ah Dlumairiyah
di Majalah Al-Bayan, no.
54, hal. 19, dan no. 55, hal. 18
F. Tauhid.
Kata
“tauhid” adalah bentuk mashdar dari kata wahhada – yuwahhidu – tauhiid. Artinya:
menjadikan sesuatu menjadi satu. Jadi “tauhid”
menurut bahasa adalah memutuskan bahwa sesuatu itu satu. Menurut
istilah, “tauhid” berarti
meng-Esa-kan Allah dan menunggalkan-Nya sebagai satu-satunya Dzat pemilik rububiyah, uluhiyah, asma’, dan sifat.Ilmu Aqidah disebut Tauhid
karena tauhid adalah pembahasan utamanya, sebagai bentuk generalisasi.
Kitab-kitab
aqidah yang menyebut nama ini adalah kitab :
- At-Tauhid min Shahih Al-Bukhari yang terdapat di dalam Al-Jami’ Ash-Shahih karya Imam Bukhari (wafat: 256 H)
- I’tiqad At-Tauhid karya Abu Abdillah Muhammad Khafif (wafat: 371 H)
- At-Tauhid wa Ma’rifat Asma’ Allah wa Shifatihi ‘Ala Al-Ittifaq wa At-Tafarrud karya Ibnu Mandah (wafat: 395 H)
- At-Tauhid karya Imam Muhammad bin Abdul Wahhab (wafat: 1206 H).
- At-Tauhid karya Ibnu Khuzaimah.6
G. Sunnah.
Kata As-Sunnah di dalam bahasa Arab berarti cara dan jalan hidup. Sedangkan
di dalam pemahaman syara’,
istilah As-Sunnah dipakai untuk
menyebut beberapa pengertian menurut masing-masing penggunaannya. Ia dipakai
untuk menyebut Hadis, mubah, dan sebagainya. Alasan penyebutan Ilmu Aqidah
dengan Sunnah adalah karena para penganutnya mengikuti Sunnah Nabi r
dan sahabat-sahabatnya. Kemudian sebutan itu menjadi syiar (simbol) bagi Ahli Sunnah. Sehingga dikatakan
bahwa Sunnah adalah antonim (lawan kata) bid’ah. Juga dikatakan: Ahli Sunnah
dan Syi’ah.
Demikianlah.
Banyak ulama menulis kitab-kitab tentang Ilmu Aqidah dengan judul “Kitab
As-Sunnah”. Di antaranya:
- Kitab As-Sunnah karya Imam Ahmad bin Hambal (wafat:241 H)
- As-Sunnah karya Al-Atsram (wafat:273 H)
- As-Sunnah karya Abu Daud (wafat:275 H)
- As-Sunnah karya Abu Ashim (wafat:287 H)
- As-Sunnah karya Abdullah bin Ahmad bin Hambal (wafat:290 H)
- As-Sunnah karya Al-Khallal (wafat:311 H)
- As-Sunnah karya Al-Assal (wafat:349 H)
- Syarh As-Sunnah karya Ibnu Abi Zamnin (wafat:399 H)
H. Syari’ah.
Syari’ah dan Syir’ah adalah
agama yang ditetapkan dan diperintahkan oleh Allah, seperti puasa, shalat,
haji, dan zakat. Kata syari’ah adalah
turunan (musytaq) dari kata syir’ah yang berarti pantai (tepi
laut). Allah Ta’ala berfirman, “Untuk tiap-tiap umat di antara kamu Kami
berikan syir’ah dan minhaj.” (QS. Al-Maidah:48)
Di
dalam tafsir ayat ini dikatakan: Syir’ah
adalah agama, sedangkan minhaj adalah
jalan.7 Jadi “syari’ah” adalah
sunnah-sunnah petunjuk yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya r.
Dan yang paling besar adalah masalah-masalah aqidah dan keimanan.
Kata
“syari’ah” –seperti halnya kata “sunnah”- digunakan untuk menyebut sejumlah
makna:
- Digunakan untuk menyebut apa yang diturunkan oleh Allah kepada para Nabi-Nya, baik yang bersifat ilmiah (kognitif) maupun amaliyah (aplikatif).
- Digunakan untuk menyebut hukum-hukum yang diberikan oleh Allah kepada masing-masing Nabi agar diberlakukan secara khusus bagi masing-masing umatnya yang berbeda dengan dakwah Nabi lain, meliputi minhaj, rincian ibadah, dan muamalah. Oleh sebab itu, dikatakan bahwa semua agama itu asalnya adalah satu, sedangkan syariatnya bermacam-macam.
- Terkadang juga digunakan untuk menyebut pokok-pokok keyakinan, ketaatan, dan kebajikan yang ditetapkan oleh Allah bagi seluruh Rasul-Nya, yang tidak ada perbedaan antara Nabi yang satu dengan Nabi lainnya. Sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala,
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu tentang agama apa-apa yang telah
diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa
yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa.” (QS.
Asy-Syuura:13)
- Dan secara khusus digunakan untuk menyebut aqidah-aqidah yang diyakini oleh Ahli Sunnah sebagai bagian dari iman. Sehingga mereka menyebut pokok-pokok keyakinan mereka dengan istilah “syari’ah”.
I. KAITAN
AKIDAH DAN SYARIAH
Agama pada dasarnya memiliki dua aspek bahasan terpenting
dalam mengiringi kehidupan manusia. Aspek tersebut adalah akidah dan syari’ah.
Akidah merupakan standarisasi awal yang membedakan antara manusia yang beragama
dan manusia yang anti agama. Hal itu karena, penekanan akidah lebih pada
keyakinan dan kepercayaan sebelum melakukan perintah-perintah yang berkaitan
dengan agama. Sedangkan syari’ah lebih menekankan pada aplikasi dari akidah
tersebut.
Akidah dan syari’ah menjadi kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Karena akidah adalah ruh agama sementara syariah adalah jasad agama. Orang yang telah menyatakan dirinya beragama tentu tidak akan sempurna tanpa memiliki dan ruh dan jasad agama. Agama tanpa ruh bagaikan mayat yang tidak mampu melakukan sesuatu, begitupun agama tanpa syariah bagaikan hantu yang hanya muncul pada alam hayalan manusia.
Akidah dan syari’ah menjadi kesatuan yang tidak bisa terpisahkan. Karena akidah adalah ruh agama sementara syariah adalah jasad agama. Orang yang telah menyatakan dirinya beragama tentu tidak akan sempurna tanpa memiliki dan ruh dan jasad agama. Agama tanpa ruh bagaikan mayat yang tidak mampu melakukan sesuatu, begitupun agama tanpa syariah bagaikan hantu yang hanya muncul pada alam hayalan manusia.
Islam sebagai agama samawi yang memiliki misi khusus membawa
manusia ke alam yang lebih baik dan sempurna, tentuh ruh dan jasadnya saling
bahu-membahu dalam mewujutkan hal itu. Ruh Islam berupa dua kalimat syahadat
(syahadap ketuhanan dan syahadat kenabian) yang harus diyakini dalam hati dan
diucapkan secara lisan. Jasad Islam berupa shalat, zakat, puasa, dan haji.
Akidah dalam Islam nyaris tidak memiliki persoalan sebagimana yang terjado pada agama-agama lain. Toh walaupun ada hanya sebatas pada nama dan sifat-sifat Allah Swt serta peran kenabian nabi Muhammad Saw. Persoalan itu masih beradap pada bingkai pengakuan terhadap “ruh” Islam. Tentu berbeda dengan agama Kristen yang menyatakan bahwa tuhan terbagi menjadi tiga dan nabi Isa adalah bagian dari tuhan itu.
Akidah dalam Islam nyaris tidak memiliki persoalan sebagimana yang terjado pada agama-agama lain. Toh walaupun ada hanya sebatas pada nama dan sifat-sifat Allah Swt serta peran kenabian nabi Muhammad Saw. Persoalan itu masih beradap pada bingkai pengakuan terhadap “ruh” Islam. Tentu berbeda dengan agama Kristen yang menyatakan bahwa tuhan terbagi menjadi tiga dan nabi Isa adalah bagian dari tuhan itu.
Persoalan
yang banyak mewarnai kaum Islam terjadi pada masalah syari’ah atau jasad dari
agama Islam itu sendiri. Hal itu karena syariah merupakan sarana untuk
menjadikan akidah menjadi bermakna. Yang paling banyak dibincangkan adalah,
apakah syari’ah diperuntukan untuk kepentingan Tuhan sehingga manusia sebagai
hamba tidak punya wewenang sedikitpun kecuali hanya ikut dan patuh? Atau
syari’ah bertujuan untuk kemaslahatan manusia sehingga perintah dan larangan
Tuhan harus dimaknai sebagai usaha mensejahterakan manusia? Persoalan tersebut
telah memunculkan perbedaan di kalangan ulama Islam dalam mengambil keputusan
hukum. Ulama tersebut kemudian dikenal dengan istilah fukaha . Ibnu Rusyd
dengan kitabnya Bidâyah al-Mujtahid wa Nihâyah al-Muqtashid berusaha
menghaturkan perbedaan-perbedaan para ulama fikih atau fuqaha dalam menentukan
suatu hukum permasalahan dengan didasarkan pada dalil-dalil masing-masing. Tentu
kitab ini sangat menarik untuk dikaji mengingat perbedaan pemahaman terhadap
jasad Islam atau syariah Islam tidak dapat dipungkiri. Apalagi perbedaan budaya
dan kultur masyarakat memiliki ciri-ciri tersendiri yang tidak mungkin di
satukan. Di sinilah penulis akan sedikit banyak melakukan kajian epistemologi
dengan merujuk langsung pada sumber, penulis lebih menekankah pada persoalan
Thahârah yang menjadi bahasan awal pada tiap-tiap kitab fikih.
KESIMPULAN
Negara harus berperan aktif dan turut campur dalam melindungi akidah umat dari setiap upaya yang ditujukan untuk menggerus, menistakan dan melenyapkan akidah Islam. Salah satu peran aktif dalam menjaga akidah umat adalah menerapkan sanksi bagi siapa saja, baik kelompok maupun individu, yang ingin merusak kesucian dan eksistensi akidah Islam. Semua ini hanya mungkin dilakukan jika syariah Islam diterapkan secara total dalam sistem pemerintahan Islam, yakni Khilafah ’ala minhâj an-Nubuwwah.
Daftar Pustaka
1.
Rasjidi
H.M. (1971). Keutamaan Hukum Islam.
Jakarta: Bulan Bintang.
2.
Syafi'i,
Muhammad ibn Idris, (1969). Al-Risalah.
Mesir: Musthafa al-Babi al-Halabi.
3.
Yahya,
Mukhtar, (1989). Dasar-dasar Pembinaan
Hukum Fiqh Islamy, Jilid I, Jakarta: Pustaka al-Husna.
4.
Zuhri,
Muhammad. (1996). Hukum Islam dalam
Lintasan Sejarah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment