Oleh KH. M. Shiddiq Al-Jawi
Akar Pemikiran Liberal
Pemikiran
liberal (liberalisme) adalah satu nama di antara nama-nama untuk menyebut
ideologi Dunia Barat yang berkembang sejak masa Reformasi Gereja dan Renaissans
yang menandai berakhirnya Abad Pertengahan (abad V-XV). Disebut liberal, yang
secara harfiah berarti "bebas dari batasan" (free from restraint),
karena liberalisme menawarkan konsep kehidupan yang bebas dari pengawasan
gereja dan raja. (Adams, 2004:20). Ini berkebalikan total dengan kehidupan
Barat Abad Pertengahan ketika gereja dan raja mendominasi seluruh segi
kehidupan manusia.
Ideologi Barat
itu juga dapat dinamai dengan istilah kapitalisme atau demokrasi. Jika istilah
kapitalisme lebih digunakan untuk menamai sistem ekonominya, istilah demokrasi
sering digunakan untuk menamai sistem politik atau pemerintahannya. (Ebenstein
& Fogelman, 1994:183). Namun monopoli istilah demokrasi untuk ideologi
Barat ini sebenarnya kurang tepat, karena demokrasi juga diserukan oleh
ideologi sosialisme-komunisme dengan nama "demokrasi rakyat", yakni
bentuk khusus demokrasi yang menjalankan fungsi diktatur proletar. (Budiardjo,
1992:89).
Walhasil,
ideologi Barat memang mempunyai banyak nama, bergantung pada sudut pandang yang
digunakan. Namun, yang lebih penting adalah memahami akar pemikiran liberal
yang menjadi pondasi bagi seluruh struktur bangunan ideologi Barat.
Menurut Ahmad
Al-Qashash dalam kitabnya Usus Al-Nahdhah Al-Rasyidah (1995:31) akar ideologi
Barat adalah ide pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme), yang pada
gilirannya melahirkan pemisahan agama dari negara. Sekularisme inilah yang
menjadi induk bagi lahirnya segala pemikiran dalam ideologi Barat. Berbagai
bentuk pemikiran liberal seperti liberalisme di bidang politik, ekonomi,
ataupun agama, semuanya berakar pada ide dasar yang sama, yaitu sekularisme
(fashl al-din 'an al-hayah).
Sejarah
Pemikiran Liberal
Pemikiran
liberal mempunyai akar sejarah sangat panjang dalam sejarah peradaban Barat
yang Kristen. Pada tiga abad pertama Masehi, agama Kristen mengalami penindasan
di bawah Imperium Romawi sejak berkuasanya Kaisar Nero (tahun 65). Kaisar Nero
bahkan memproklamirkan agama Kristen sebagai suatu kejahatan. (Idris, 1991:74).
Menurut Abdulah Nashih Ulwan (1996:71), pada era awal ini pengamalan agama
Kristen sejalan dengan Injil Matius yang menyatakan,"Berikanlah kepada
Kaisar apa yang menjadi milik Kaisar dan berikanlah kepada Tuhan apa yang
menjadi milik Tuhan." (Matius, 22:21).
Namun kondisi
tersebut berubah pada tahun 313, ketika Kaisar Konstantin (w. 337) mengeluarkan
dekrit Edict of Milan untuk melindungi agama Nasrani. Selanjutnya pada tahun
392 keluar Edict of Theodosius yang menjadikan agama Nasrani sebagai agama
negara (state-religion) bagi Imperium Romawi. (Husaini, 2005:31). Pada tahun
476 Kerajaan Romawi Barat runtuh dan dimulailah Abad Pertengahan (Medieval
Ages) atau Abad Kegelapan (Dark Ages). Sejak itu Gereja Kristen mulai menjadi
institusi dominan. Dengan disusunnya sistem kepausan (papacy power) oleh
Gregory I (540-609 M), Paus pun dijadikan sumber kekuasaan agama dan kekuasaan dunia
dengan otoritas mutlak tanpa batas dalam seluruh sendi kehidupan, khususnya
aspek politik, sosial, dan pemikiran. (Idris, 1991:75-80; Ulwan, 1996:73).
Abad Pertengahan
itu ternyata penuh dengan penyimpangan dan penindasan oleh kolaborasi Gereja
dan raja/kaisar, seperti kemandegan ilmu pengetahuan dan merajalelanya surat
pengampunan dosa. Maka Abad Pertengahan pun meredup dengan adanya upaya koreksi
atas Gereja yang disebut gerakan Reformasi Gereja (1294-1517), dengan tokohnya
semisal Marthin Luther (w. 1546), Zwingly (w. 1531), dan John Calvin (w. 1564).
Gerakan ini disertai dengan munculnya para pemikir Renaissans pada abad XVI
seperti Machiaveli (w. 1528) dan Michael Montaigne (w. 1592), yang menentang
dominasi Gereja, menghendaki disingkirkannya agama dari kehidupan, dan menuntut
kebebasan.
Selanjutnya pada
era Pencerahan (Enlightenment) abad XVII-XVIII, seruan untuk memisahkan agama
dari kehidupan semakin mengkristal dengan tokohnya Montesquieu (w. 1755),
Voltaire (w. 1778), dan Rousseau (1778). Puncak penentangan terhadap Gereja ini
adalah Revolusi Perancis tahun 1789 yang secara total akhirnya memisahkan
Gereja dari masyarakat, negara, dan politik. (Qashash, 1995:30-31). Sejak
itulah lahir sekularisme-liberalisme yang menjadi dasar bagi seluruh konsep
ideologi dan peradaban Barat.
No comments:
Post a Comment