Nama :
Dedi Rohmanu
Tugas :
Pemikir Islam
A. Al-Farabi (biografi)
Al-Farabi merupakan salah satu
ilmuwan Islam, beliau juga dikenal sebagai: fisikawan, kimiawan, filsuf, ahli
ilmu logika, ilmu jiwa, metafisika, politik, musik, dll. Al-Farabi lahir di
Farab, tahun 257 H / 870 M dan wafat di Haleb (Aleppo) pada tahun 339 H / 950
M. Nama lengkapnya Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan bin Uzlag
Al-Farabi. Filsuf muslim terkemuka pada zamannya yang sukar dicari padanannya.
Dimasa kecil, ia yang dikenal rajin
belajar dan memiliki otak yang cerdas, belajar agama, bahasa Arab, bahasa
Turki, dan bahasa Parsi di kota kelahirannya, Farab. Setelah besar al-Farabi
pindah ke Baghdad dan tinggal selama 20 tahun. Di Baghdad ia memperdalam filsafat,
logika, matematika, etika, ilmu politik, musik, dll. Dari Baghdad Al-Farabi
kemudian pindah ke Harran (Iran). Disana ia mempelajari filsafat Yunani kepada
beberapa ahli diantaranya Yuhana bin Hailan. Dari Harran kemudian pindah lagi
ke Baghdad.
Selama di Baghdad waktunya
dihabiskan untuk mengajar dan menulis. Hasil karyanya diantaranya buku tentang
ilmu logika, fisika, ilmu jiwa, metafisika, kimia, ilmu politik, musik, dll.
Tapi kebanyakan karya–karyanya yang ditulis dalam bahasa Arab telah hilang dari
peredaran. Sekarang yang masih tersisa diperkirakan hanya sekitar 30 buah.
Diantara karya–karyanya antara lain :
a) Agrad
al Kitab ma Ba’da Tabi’ah (Intisari Buku
Metafisika)
b) Al–Jam’u
Baina Ra’yai al–Hakimaini (Mempertemukan dua pendapat Filusuf : Plato dan
Aristoteles)
c) ‘Uyun
al Masa’il ( Pokok – pokok persoalan )
d) Ara’u
Ahl al–Madinah (Pikiran – pikiran Penduduk Kota)
e) Ihsa’
al– ‘Ulum (Statistik Ilmu)
Ketika pergolakan politik di Baghdad
memuncak pada tahun 330 H/941 M, al–Farabi merantau ke Haleb (Aleppo), disana
ia mendapat perlakuan istimewa dari sultan Dinasti Hamdani yang berkuasa ketika
itu, yakni Saifuddawlah. Karena perlakuan baiknya maka al-Farabi tetap tinggal
di sana sampai akhir hayatnya.
Jasa Al-Farabi bagi perkembangan
ilmu filsafat pada umumnya dan filsafat Islam pada khususnya sangat besar.
Menurut berbagai sumber, ia menguasai 70 jenis bahasa dunia, karena itulah al –
Farabi dikenal menguasai banyak cabang keilmuan.
Dalam bidang ilmu pengetahuan,
keahliannya yang paling menonjol ialah dalam ilmu *mantik (logika).
Kepiawaiannya dibidang ini jauh melebihi gurunya, Aristoteles. Menurut al–
Ahwani, pengarang al–Falsafah al– Islamiyyah, besar kemungkinan gelar “Guru
Kedua” (al-Mu’allim as–Sani) yang disandang al-Farabi diberikan orang karena kemashurannya
dalam bidang ilmu mantik. Dialah orang yang pertama memasukkan ilmu logika
kedalam kebudayaan Arab, sebagaimana Aristoteles yang dijuluki “Guru Pertama”
(al – Mu’allim al – Awwal) karena dialah yang pertama kali menemukan ilmu
logika dengan melatakkan dasar – dasarnya.
Dibidang filsafat, Al-Farabi
tergolong ke dalam kelompok filusuf kemanusiaan. Ia lebih mementingkan
soal–soal kemanusiaan seperti akhlak (etika), kehidupan intelektual, politik,
dan seni.
Filsafat Al-Farabi sebenarnya
merupakan campuran antara filsafat Aristoteles dan Neo–Platonisme dengan
pikiran keislaman yang jelas dan corak aliran Syiah Imamiah. Dalam soal ilmu
mantik dan filsafat fisika, umpamanya ; ia mengikuti pemikiran–pemikiran
Aristoteles, sedangkan dalam lapangan metafisika al–Farabi mengikuti jejak
Plotinus (205 – 270), seorang tokoh utama Neoplatonisme.
Al-Farabi berkeyakinan penuh bahwa
antara agama dan filsafat tidak terdapat pertentangan karena sama – sama
membawa kepada kebenaran. Namun demikian, ia tetap berhati – hati atau bahkan
khawatir kalau – kalau filsafat itu membuat iman seorang menjadi rusak, dan
oleh karena itu ia berpendapat seyogianya disamping dirumuskan dengan bahasa
yang samar – samar, filsafat juga hendaknya jangan sampai bocor ke tangan orang
awam.
Di antara pemikiran filsafat
Al-Farabi yang terkenal adalah penjelasannya tentang emanasi (al-faid), yaitu
teori yang mengajarkan tentang proses urut – urutan kejadian suatu wujud yang
mungkin (alam makhluk) dari Zat yang wajib al wujud (Tuhan). Menurut nya, Tuhan
adalah akal pikiran yang bukan berupa benda. Segala sesuatu, menurut al-Farabi,
keluar (memancar) dari Tuhan karena Tuhan mengetahui bahwa Ia menjadi dasar
susunan wujud yang sebaik – baiknya. Ilmu-Nya menjadi sebab bagi wujud semua
yang diketahui-Nya.
Bagaimana cara emanasi itu terjadi?
Al-Farabi mengatakan bahwa Tuhan itu benar – benar Esa sama sekali. karena itu,
yang keluar dari pada – Nya juga tentu harus satu wujud saja. Kalau yang keluar
dari zat Tuhan itu terbilang, maka berarti zat Tuhan juga terbilang. Menurut
Al-Farabi dasar adanya emanasi ialah karena dalam pemikiran Tuhan dan pemikiran
akal-akal – yang timbul dari Tuhan –
terdapat kekuatan emanasi dan penciptaan.
Selain filsafat emanasi, Al-Farabi
juga terkenal dengan filsafat kenabian dan filsafat politik kenegaraannya.
Dalam hal filsafat kenabian, al-Farabi disebut – sebut sebagai filusuf pertama
yang membahas soal kenabian secara lengkap. Al-Farabi berkesimpulan bahwa para
nabi / rasul maupun para flusuf sama – sama dapat berkomunikasi dengan akal
Fa’’al, yakni akan ke sepuluh (malaikat). Perbedaannya, komunikasi nabi / rasul
dengan akal kesepuluh terjadi melalui perantaraan imajinasi (al-mutakhayyilah)
yang sangat kuat, sedangkan para filusuf berkomunikasi dengan akal kesepuluh
melalui akal Mustafad, yaitu akal yang mempunyai kesanggupan dalam menangkap
inspirasi dari akal kesepuluh yang ada diluar diri manusia.
Dalam
hal filsafat kenegaraan, Al-Farabi membedakan menjadi lima macam:
a) Negara
Utama (al-madinah al-fadilah), yaitu negara yang penduduknya berada dalam
kebahagiaan. Menurutnya negara terbaik adalah negara yang dipimpin oleh rasul
dan kemudian oleh para filusuf;
b) Negara
orang – orang bodoh (al-madinah al-jahilah), yaitu negara yang penduduknya
tidak mengenal kebahagiaan;
c) Negara
orang – orang fasik (al-madinah al-fasiqah), yakni negara yang penduduknya
mengenal kebahagiaan, Tuhan dan akal Fa’alal-madinah al-fadilah), tetapi
tingkah laku mereka sama dengan penduduk negeri yang bodoh;seperti penduduk
utama (
d) Negara
yang berubah – ubah (al-madinah almutabaddilah), ialah negara yang penduduknya
semula mempunyai pikiran dan pendapat seperti yang dimiliki negra utama, tetapi
kemudian mengalami kerusakan;
e) Negara
sesat (al-madinah ad-dallah), yaitu negara yang penduduknya mempunyai konsepsi
pemikiran yang salah tentang Tuhan dan akal Fa’al, tetapi kepala negaranya
beranggapan bahwa dirinya mendapat wahyu dan kemudian ia menipu orang banyak
dengan ucapan dan perbuatannya.
(Disadur
dari Buku Ensiklopedi Islam, Departemen Pendidikan Nasional)[1]
B.
Ibnu
Sina[2]
Abu 'Ali al-Husain bin' Abd Allāh
bin Sīnā ', yang dikenal sebagai Abu Ali Sina (Arab : ابوعلی سینا) atau Ibnu
Sina (Arab : ابن سینا) atau barat mengenalnya dengan nama Latin Avicenna
(Yunani: Aβιτζιανός), (lahir c. 980 dekat Bukhara (kini wilayah Uzbekistan)
meninggal 1037 di Hamedan (kini wilayah Iran). Beliau adalah seorang kebangsaan Persia yang ahli
matematikawan, dokter, ensiklopedis dan
filsuf yang tekenal dizamannya. Beliau juga seorang astronomi, apoteker, ahli
geologi, logician, paleontologist, fisika, penyair, psikolog, ilmuwan, tentara,
negarawan, dan guru.
Ibnu Sīnā telah menulis hampir 450
karya dengan berbagai disiplin ilmu, namun hanya sekitar 240 yang masih
bertahan hingga kini. Secara khusus, dari 150 karyanya yang masih ada
berkonsentrasi pada falsafah dan 40 diantaranya berkonsentrasi pada
kedokteran. Karyanya paling terkenal
adalah Buku Penyembuhan, yang memuat ensiklopedi luas dan filosofis ilmiah (Al Qanun Al Tibb) The Canon of Medicine,
yang merupakan standar medis di banyak perguruan tinggi zaman modern. The Canon
of Medicine telah digunakan sebagai buku teks di perguruan tinggi dari
Montpellier dan Louvain pada akhir 1650.
Ibnu Sīnā mengembangkan sistem medis
yang menkombinasikan antara pengalaman pribadi dalam pengobatan Islam, sistem
pengobatan Yunani dokter Galen,
metafisika Aristoteles serta berbagai sistem pengobatan kuno dari
Persia, Mesopotamian dan India. Dia juga penemu dari logika Avicennian dan
pendiri sekolah filosofis Avicinna, yang memiliki pengaruh dalam dunia Muslim
dan Ilmuwan Modern.
Ibnu Sīnā dianggap sebagai Bapak
dari pengobatan modern, dan pharmacology khususnya untuk pengenalan sistematis
eksperimen dan hitungan ke dalam studi fisiologi, penemuan itu menular dari
sifat infeksius penyakit, pengenalan karantina untuk membatasi penyebaran
penyakit menular, pengenalan percobaan obat-obatan, berdasarkan bukti-obat, uji
klinis.
Riwayat Ibnu Sina
Kehidupan Ibnu Sina dikenal lewat
sumber - sumber berkuasa dimana sebuah autobiografi membahas tiga puluh tahun
pertama kehidupannya, dan sisanya didokumentasikan oleh muridnya al-Juzajani,
yang juga sekretarisnya dan temannya.
Ibnu Sina lahir pada tahun 370 (H) /
980 (M) di rumah ibunya Afshana, sebuah kota kecil sekarang wilayah Uzbekistan
(bagian dari Persia). Ayahnya, seorang sarjana terhormat Ismaili, berasal dari
Balkh Khorasan, dan pada saat kelahiran putranya dia adalah gubernur suatu
daerah di salah satu pemukiman Nuh ibn Mansur, sekarang wilayah Afganistan (dan
juga Persia). Dia menginginkan putranya dididik dengan baik di Bukhara.
Meskipun secara tradisional
dipengaruhi oleh cabang Islam Ismaili, pemikiran Ibnu Sina independen dengan
memiliki kepintaran dan ingatan luar biasa, yang mengizinkannya menyusul para
gurunya pada usia 14 tahun.
Ibn Sina dididik dibawah tanggung
jawab seorang guru, dan kepandaiannya segera membuatnya menjadi kekaguman
diantara para tetangganya; dia menampilkan suatu pengecualian sikap
intellectual dan seorang anak yang luar biasa kepandaiannya / Child prodigy yang
telah menghafal Al-Quran pada usia 5 tahun dan juga seorang ahli puisi Persia.
Dari seorang pedagan sayur dia mempelajari aritmatika, dan dia memulai untuk
belajar yang lain dari seorang sarjana yang memperoleh suatu mata pencaharian
dari merawat orang sakit dan mengajar anak muda.
Meskipun bermasalah besar pada
masalah - masalah metafisika dan pada beberapa tulisan Aristoteles. Sehingga,
untuk satu setengah tahun berikutnya, dia juga mempelajari filosofi, dimana dia
menghadapi banyak rintangan. pada beberapa penyelidikan yang membingungkan, dia
akan meninggalkan buku - bukunya, mengambil air wudhu, lalu pergi ke masjid,
dan terus sholat sampai hidayah menyelesaikan kesulitan - kesulitannya. Pada
larut malam dia akan melanjutkan kegiatan belajarnya, menstimulasi perasaannya
dengan kadangkala segelas susu kambing, dan meskipun dalam mimpinya masalah
akan mengikutinya dan memberikan solusinya. Empat puluh kali, dikatakan, dia
membaca Metaphysics dari Aristoteles, sampai kata - katanya tertulis dalam
ingatannya; tetapi artinya tak dikenal, sampai suatu hari mereka menemukan
pencerahan, dari uraian singkat oleh Farabi, yang dibelinya di suatu bookstall
seharga tiga dirham. Yang sangat mengagumkan adalah kesenangannya pada
penemuan, yang dibuat dengan bantuan yang dia harapkan hanya misteri, yang
mempercepat untuk berterima kasih kepada Allah SWT, dan memberikan sedekah atas
orang miskin.
Dia mempelajari kedokteran pada usia
16, dan tidak hanya belajar teori kedokteran, tetapi melalui pelayanan pada
orang sakit, melalui perhitungannya sendiri, menemukan metode - metode baru
dari perawatan. Anak muda ini memperoleh predikat sebagai seorang fisikawan
pada usia 18 tahun dan menemukan bahwa "Kedokteran tidaklah ilmu yang
sulit ataupun menjengkelkan, seperti matematika dan metafisika, sehingga saya
cepat memperoleh kemajuan; saya menjadi dokter yang sangat baik dan mulai
merawat para pasien, menggunakan obat - obat yang sesuai." Kemasyuran sang
fisikawan muda menyebar dengan cepat, dan dia merawat banyak pasien tanpa meminta
bayaran.
Pada usia 17 tahun, Ibnu Sina
berhasil menyembuhkan seorang raja di Bukhara, yaitu Nooh Ibnu Mansoor, setelah
semua tabib terkenal yang diundang gagal menyembuhkan sang raja tersebut. Dan
sebagai balasannya, Ibnu Sina diizinkan untuk membaca smeua buku-buku di
perpustakaan setelah dia menolak pemberian hadiah sang Raja.
Pekerjaan pertamanya menjadi
fisikawan untuk emir, yang diobatinya dari suatu penyakit yang berbahaya.
Majikan Ibnu Sina memberinya hadiah atas hal tersebut dengan memberinya akses
ke perpustakaan raja Samanids, pendukung pendidikan dan ilmu. Ketika
perpustakaan dihancurkan oleh api tidak lama kemudian, musuh - musuh Ibnu Sina
menuduh din oa yang membakarnya, dengan tujuan untuk menyembunyikan sumber
pengetahuannya. Sementara itu, Ibnu Sina membantu ayahnya dalam pekerjaannya,
tetapi tetap meluangkan waktu untuk menulis beberapa karya paling awalnya.
Ketika Ibnu Sina berusia 22 tahun,
ayahnya meninggal.Samanid dynasty menuju keruntuhannya pada Desember 1004. Ibnu
Sina menolak pemberian Mahmud of Ghazni, dan menuju kearah Barat ke Urgench di
Uzbekistan modern, dimana vizier, dianggap sebagai teman seperguruan,
memberinya gaji kecil bulanan. Tetapi gajinya kecil, sehingga Ibnu Sina
mengembara dari satu tempat ke tempat lain melalui distrik Nishapur dan Merv ke
perbatasan Khorasan, mencari suatu opening untuk bakat - bakatnya. Shams
al-Ma'äli Qäbtis, sang dermawan pengatur Dailam, seorang penyair dan sarjana,
yang mana Ibn Sina mengharapkan menemukan tempat berlindung, dimana sekitar
tahun (1052) meninggal dibunuh oleh pasukannya yang memberontak. Ibnu Sina
sendiri pada saat itu terkena penyakit yang sangat parah. Akhirnya, di Gorgan,
dekat Laut Kaspi, Ibnu Sina bertamu dengan seorang teman, yang membeli sebuah ruman
didekat rumahnya sendiri dimana Ibnu Sina belajar logika dan astronomi.
Beberapa dari buku panduan Ibnu Sina ditulis untuk orang ini ; dan permulaan
dari buku Canon of Medicine juga dikerjakan sewaktu dia tinggal di Hyrcania.
Ibnu Sina wafat pada tahun 1037 M di
Hamadan, Iran, karena penyakit maag yang kronis. Ia wafat ketika sedang
mengajar di sebuah sekolah.
Pemikiran Ibnu Sina
Di antara buku-buku dan risalah yang
ditulis oleh Ibnu Sina, kitab al-Syifa’ dalam filsafat dan Al-Qanun dalam ilmu
kedokteran dikenal sepanjang massa. Al-Syifa’ ditulis dalam 18 jilid yang
membahas ilmu filsafat, mantiq, matematika, ilmu alam dan ilahiyyat. Mantiq
al-Syifa’ saat ini dikenal sebagai buku yang paling otentik dalam ilmu mantiq
islami, sementara pembahasan ilmu alam dan ilahiyyat dari kitab al-Syifa’
sampai saat ini juga masih menjadi bahan telaah.
Dalam ilmu kedokteran, kitab
Al-Qanun tulisan Ibnu Sina selama beberapa abad menjadi kitab rujukan utama dan
paling otentik. Kitab ini mengupas kaedah-kaedah umum ilmu kedokteran,
obat-obatan dan berbagai macam penyakit. Seiring dengan kebangkitan gerakan
penerjemahan pada abad ke-12 masehi, kitab Al-Qanun karya Ibnu Sina
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin. Kini buku tersebut juga sudah diterjemahkan
ke dalam bahasa Inggris, Prancis dan Jerman. Al-Qanun adalah kitab kumpulan
metode pengobatan purba dan metode pengobatan Islam. Kitab ini pernah menjadi kurikulum pendidikan
kedokteran di universitas-universitas Eropa.
Ibnu juga memiliki peran besar dalam
mengembangkan berbagai bidang keilmuan. Beliau menerjemahkan karya Aqlides dan
menjalankan observatorium untuk ilmu perbintangan. Dalam masalah energi Ibnu
Sina memberikan hasil penelitiannya akan masalah ruangan hampa, cahaya dan
panas kepada khazanah keilmuan dunia.
Dikatakan bahwa Ibnu Sina memiliki
karya tulis yang dalam bahasa latin berjudul De Conglutineation Lagibum. Dalam
salah bab karya tulis ini, Ibnu Sina membahas tentang asal nama gunung-gunung.
Pembahasan ini sungguh menarik. Di sana Ibnu Sina mengatakan, “Kemungkinan
gunung tercipta karena dua penyebab. Pertama menggelembungnya kulit luar bumi
dan ini terjadi lantaran goncangan hebat gempa. Kedua karena proses air yang
mencari jalan untuk mengalir. Proses mengakibatkan munculnya lembah-lembah
bersama dan melahirkan penggelembungan pada permukaan bumi. Sebab sebagian
permukaan bumi keras dan sebagian lagi lunak. Angin juga berperan dengan meniup
sebagian dan meninggalkan sebagian pada tempatnya. Ini adalah penyebab
munculnya gundukan di kulit luar bumi.”
Ibnu Sina dengan kekuatan logikanya
-sehingga dalam banyak hal mengikuti teori matematika bahkan dalam kedokteran
dan proses pengobatan- dikenal pula sebagai filosof tak tertandingi.
Menurutnya, seseorang baru diakui sebagai ilmuan, jika ia menguasai filsafat
secara sempurna. Ibnu Sina sangat cermat dalam mempelajari pandangan-pandangan
Aristoteles di bidang filsafat. Ketika menceritakan pengalamannya mempelajari
pemikiran Aristoteles, Ibnu Sina mengaku bahwa beliau membaca kitab Metafisika
karya Aristoteles sebanyak 40 kali. Beliau menguasai maksud dari kitab itu
secara sempurna setelah membaca syarah atau penjelasan ‘metafisika Aristoteles’
yang ditulis oleh Farabi, filosof muslim sebelumnya.
Dalam filsafat, kehidupan Abu Ali
Ibnu Sina mengalami dua periode yang penting. Periode pertama adalah periode
ketika beliau mengikuti faham filsafat paripatetik. Pada periode ini, Ibnu Sina
dikenal sebagai penerjemah pemikiran Aristoteles. Periode kedua adalah periode
ketika Ibnu Sina menarik diri dari faham paripatetik dan seperti yang
dikatakannya sendiri cenderung kepada pemikiran iluminasi.
Berkat telaah dan studi filsafat
yang dilakukan para filosof sebelumnya semisal Al-Kindi dan Farabi, Ibnu Sina
berhasil menyusun sistem filsafat islam yang terkoordinasi dengan rapi.
Pekerjaan besar yang dilakukan Ibnu Sina adalah menjawab berbagai persoalan
filsafat yang tak terjawab sebelumnya.
Pengaruh pemikiran filsafat Ibnu
Sina seperti karya pemikiran dan telaahnya di bidang kedokteran tidak hanya
tertuju pada dunia Islam tetapi juga merambah Eropa. Albertos Magnus, ilmuan
asal Jerman dari aliran Dominique yang hidup antara tahun 1200-1280 Masehi
adalah orang Eropa pertama yang menulis penjelasan lengkap tentang filsafat
Aristoteles. Ia dikenal sebagai perintis utama pemikiran Aristoteles Kristen.
Dia lah yang mengawinkan dunia Kristen dengan pemikiran Aristoteles. Dia
mengenal pandangan dan pemikiran filosof besar Yunani itu dari buku-buku Ibnu
Sina. Filsafat metafisika Ibnu Sina adalah ringkasan dari tema-tema filosofis
yang kebenarannya diakui dua abad setelahnya oleh para pemikir Barat.
Ibnu Sina merupakan seorang ahli
geografi yang mampu menerangkan bagaimana sungai-sungai berhubungan dan berasal
dari gunung-ganang dan lembah-lembah. Malahan ia mampu mengemukakan suatu
hipotesis atau teori pada waktu itu di mana gagal dilakukan oleh ahli Yunani
dan Romani sejak dari Heredotus, Aristoteles sehinggalah Protolemaious. Menurut
Ibnu Sina " gunung-ganang yang memang letaknya tinggi iaitu lingkungan
mahupun lapisannya dari kulit bumi, maka apabila ia diterajang lalu berganti
rupa dikarenkan oleh sungai-sungai yang meruntuhkan pinggiran-pinggirannya.
Akibat proses seperti ini, maka terjadilah apa yang disebut sebagai
lembah-lembah."
Ibnu Sina juga telah
memperkembangkan ilmu psikologi dalam perubatan dan membuat beberapa perjumpaan
dalam ilmu yang dikenali hari ini sebagai ilmu perubatan psikosomatics
"psychosomatic medicine". Beliau memperkembangkan ilmu diagnosis
melalui denyutan jantung (pulse diagnosis) untuk mengenal pasti dalam masa
beberapa detik sahaja ketidak - seimbangan humor yang berkenaan . Diagnosis
melalui denyutan jantung ini masih dipratikkan oleh para hakim (doktor-doktor
muslim) di Pakistan, Afghanistan dan Parsi yang menggunakan ilmu perubatan
Yunani. Seorang doktor tabii dari Amerika (1981) melapurkan bahawa para hakim
di Afghanistan, China, India dan Parsi sanggat berkebolehan dalam denyutan
jantung di tempat yang dirasai tetapi mutunya yang pelbagai .Ini merangkumi :
·
Kuat atau denyutan yang lemah.
·
Masa antara denyutan.
·
Kandungannya lembap di paras kulit dekat
denyutan itu dan lain-lain lagi.
Karya Ibnu Sina
Buku-buku yang pernah dikarang oleh
Ibnu Sina, dihimpun dalam buku besar Essai de Bibliographie Avicenna yang
ditulis oleh Pater Dominician di Kairo dan diantara beberapa karya Ibnu Sina
ialah :
1) Qanun
fi Thib (Canon of Medicine) (Terjemahan bebas : Aturan Pengobatan)
2) Asy
Syifa (terdiri dari 18 jilid berisi tentang berbagai macam ilmu pengetahuan)
3) An
Nayyat (Book of Deliverence) buku tentang kebahagiaan jiwa.
4) Al-Majmu
: berbagai ilmu pengetahuan yang lengkap, di tulis saat berusia 21 tahun di
Kawarazm
5) Isaguji
(The Isagoge) ilmu logika Isagoge : Bidang logika
6) Fi
Aqsam al-Ulum al-Aqliyah (On the Divisions of the Rational Sciences) tentang
pembahagian ilmu-ilmu rasional.
7) Ilahiyyat
(Ilmu ketuhanan) : Bidang metafizika
8) Fiad-Din
yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin menjadi "Liber de
Mineralibus" yakni tentang pemilikan (mimeral).
9) Risalah
fi Asab Huduts al-Huruf : risalah tentang
sebab-sebab terjadinya huruf - Bidang sastera arab
10) Al-Qasidah
al- Aniyyah : syair-syair tentang jiwa manusia - Bidang syair dan prosa
11) Risalah
ath-Thayr : cerita seekor burung. - Cerita-cerita roman fiktif
12) Risalah
as-Siyasah : (Book on Politics) – Buku tentang politik - Bidang politik
13) Al
Mantiq, tentang logika. Buku ini dipersembahkan untuk Abu Hasan Sahil.
14) Uyun
Al Hikmah (10 jilid) tentang filsafat. Ensiklopedi Britanica menyebutkan bahwa
kemungkinan besar buku ini telah hilang.
15) Al
Hikmah El Masyriqiyyin, tentang filsafat timur.
16) Al
Insyaf tentang keadilan sejati.
17) Al
Isyarat Wat Tanbihat, tentang prinsip ketuhanan dan kegamaan.
18) Sadidiya,
tentang kedokteran.
19) Danesh
Nameh, tentang filsafat.
20) Mujir.
Kabir Wa Saghir, tentang dasar-dasar ilmu logika secara lengkap.
21) Salama
wa Absal, Hayy ibn Yaqzan, al-Ghurfatul Gharabiyyah (Pengasingan di Barat)
C.
Jabir
Bin Hayyan[3]
Abu Musa Jabir Ibnu Hayyan (721-815
H), ilmuwan Muslim pertama yang menemukan dan mengenalkan disiplin ilmu kimia. Lahir
di kota peradaban Islam klasik, Kuffah (Irak), ilmuwan Muslim ini lebih dikenal
dengan nama Ibnu Hayyan. Sementara di Barat ia dikenal dengan nama Ibnu Geber.
Ayahnya, seorang penjual obat, meninggal sebagai 'syuhada' demi penyebaran
ajaran Syi'ah. Jabir kecil menerima pendidikannya dari raja bani Umayyah,
Khalid Ibnu Yazid Ibnu Muawiyah, dan imam terkenal, Jakfar Sadiq. Ia juga
pernah berguru pada Barmaki Vizier pada masa kekhalifahan Abbasiyah pimpinan
Harun Al Rasyid.
Ditemukannya kimia oleh Jabir ini
membuktikan, bahwa ulama di masa lalu tidak melulu lihai dalam ilmu-ilmu agama,
tapi sekaligus juga menguasai ilmu-ilmu umum. "Sesudah ilmu kedokteran,
astronomi, dan matematika, bangsa Arab memberikan sumbangannya yang terbesar di
bidang kimia," tulis sejarawan Barat, Philip K Hitti, dalam History of The
Arabs. Berkat penemuannya ini pula, Jabir dijuluki sebagai Bapak Kimia Modern.
Dalam karirnya, ia pernah bekerja di
laboratorium dekat Bawwabah di Damaskus. Pada masamasa inilah, ia banyak
mendapatkan pengalaman dan pengetahuan baru di sekitar kimia. Berbekal
pengalaman dan pengetahuannya itu, sempat beberapa kali ia mengadakan
penelitian soal kimia. Namun, penyelidikan secara serius baru ia lakukan
setelah umurnya menginjak dewasa.
Dalam penelitiannya itu, Jabir
mendasari eksperimennya secara kuantitatif dan instrumen yang dibuatnya
sendiri, menggunakan bahan berasal dari logam, tumbuhan, dan hewani. Jabir
mempunyai kebiasaan yang cukup konstruktif mengakhiri uraiannya pada setiap
eksperimen. Antara lain dengan penjelasan : “Saya pertamakali mengetahuinya
dengan melalui tangan dan otak saya dan saya menelitinya hingga sebenar mungkin
dan saya mencari kesalahan yang mungkin masih terpendam “.
Dari Damaskus ia kembali ke kota
kelahirannya, Kuffah. Setelah 200 tahun kewafatannya, ketika penggalian tanah
dilakukan untuk pembuatan jalan, laboratoriumnya yang telah punah, ditemukan.
Di dalamnya didapati peralatan kimianya yang hingga kini masih mempesona, dan
sebatang emas yang cukup berat.
Teori Jabir
Pada perkembangan berikutnya, Jabir
Ibnu Hayyan membuat instrumen pemotong, peleburan dan pengkristalan. Ia
menyempurnakan proses dasar sublimasi, penguapan, pencairan, kristalisasi,
pembuatan kapur, penyulingan, pencelupan, pemurnian, sematan (fixation), amalgamasi,
dan oksidasi-reduksi.
Semua ini telah ia siapkan
tekniknya, praktis hampir semua 'technique' kimia modern. Ia membedakan antara
penyulingan langsung yang memakai bejana basah dan tak langsung yang memakai
bejana kering. Dialah yang pertama mengklaim bahwa air hanya dapat dimurnikan
melalui proses penyulingan.
Khusus menyangkut fungsi dua ilmu
dasar kimia, yakni kalsinasi dan reduksi, Jabir menjelaskan, bahwa untuk
mengembangkan kedua dasar ilmu itu, pertama yang harus dilakukan adalah mendata
kembali dengan metoda-metoda yang lebih sempurna, yakni metoda penguapan,
sublimasi, destilasi, penglarutan, dan penghabluran.
Setelah itu, papar Jabir,
memodifikasi dan mengoreksi teori Aristoteles mengenai dasar logam, yang tetap
tidak berubah sejak awal abad ke 18 M. Dalam setiap karyanya, Jabir melaluinya
dengan terlebih dahulu melakukan riset dan eksperimen. Metode inilah yang
mengantarkannya menjadi ilmuwan besar Islam yang mewarnai renaissance dunia
Barat.
Namun
demikian, Jabir tetap saja seorang yang tawadlu' dan berkepribadian
mengagumkan. "Dalam mempelajari kimia dan ilmu fisika lainnya, Jabir
memperkenalkan eksperimen objektif, suatu keinginan memperbaiki ketidakjelasan
spekulasi Yunani. Akurat dalam pengamatan gejala, dan tekun mengumpulkan fakta.
Berkat dirinya, bangsa Arab tidak mengalami kesulitan dalam menyusun hipotesa
yang wajar," tulis Robert Briffault.
Menurut Briffault, kimia, proses
pertama penguraian logam yang dilakukan oleh para metalurg dan ahli permata
Mesir, mengkombinasikan logam dengan berbagai campuran dan mewarnainya,
sehingga mirip dengan proses pembuatan emas. Proses demikian, yang tadinya
sangat dirahasiakan, dan menjadi monopoli perguruan tinggi, dan oleh para
pendeta disamarkan ke dalam formula mistik biasa, di tangan Jabir bin Hayyan
menjadi terbuka dan disebarluaskan melalui penyelidikan, dan diorganisasikan
dengan bersemangat.
Terobosan Jabir lainnya dalam bidang
kimia adalah preparasi asam sendawa, hidroklorik, asam sitrat dan asam tartar.
Penekanan Jabir di bidang eksperimen sistematis ini dikenal tak ada duanya di
dunia. Inilah sebabnya, mengapa Jabir diberi kehormatan sebagai 'Bapak Ilmu
Kimia Modern' oleh sejawatnya di seluruh dunia. Dalam tulisan Max Mayerhaff,
bahkan disebutkan, jika ingin mencari akar pengembangan ilmu kimia di daratan
Eropa, maka carilah langsung ke karyakarya Jabir Ibnu Hayyan.
Puaskah Jabir? Tidak! Ia terus
mengembangkan keilmuannya sampai batas tak tertentu. Dalam hal teori
keseimbangan misalnya, diakui para ilmuwan modern sebagai terobosan baru dalam
prinsip dan praktik alkemi dari masa sebelumnya. Sangat spekulatif, di mana
Jabir berusaha mengkaji keseimbangan kimiawi yang ada di dalam suatu interaksi
zat-zat berdasarkan sistem numerologi (studi mengenai arti klenik dari sesuatu
dan pengaruhnya atas hidup manusia) yang diterapkannya dalam kaitan dengan
alfabet 28 huruf Arab untuk memperkirakan proporsi alamiah dari produk sebagai
hasil dari reaktan yang bereaksi. Sistem ini niscaya memiliki arti esoterik,
karena kemudian telah menjadi pendahulu penulisan jalannya reaksi kimia.
Jelas dengan ditemukannya proses
pembuatan asam anorganik oleh Jabir telah memberikan arti penting dalam sejarah
kimia. Di antaranya adalah hasil penyulingan tawas, amonia khlorida, potasium
nitrat dan asam sulferik. Pelbagai jenis asam diproduksi pada kurun waktu
eksperimen kimia yang merupakan bahan material berharga untuk beberapa proses
industrial. Penguraian beberapa asam terdapat di dalam salah satu manuskripnya
berjudul Sandaqal-Hikmah (Rongga Dada
Kearifan) .
Seluruh karya Jabir Ibnu Hayyan
lebih dari 500 studi kimia, tetapi hanya beberapa yang sampai pada zaman
Renaissance. Korpus studi kimia Jabir mencakup penguraian metode dan peralatan
dari pelbagai pengoperasian kimiawi dan fisikawi yang diketahui pada zamannya.
Di antara bukunya yang terkenal adalah Al Hikmah Al Falsafiyah yang
diterjemahkan ke dalam bahasa Latin berjudul SummaPerfecdonis.
Suatu pernyataan dari buku ini
mengenai reaksi kimia adalah: "Air raksa (merkuri) dan belerang (sulfur)
bersatu membentuk satu produk tunggal, tetapi adalah salah menganggap bahwa
produk ini sama sekali baru dan merkuri serta sulfur berubah keseluruhannya
secara lengkap. Yang benar adalah bahwa, keduanya mempertahankan karakteristik
alaminya, dan segala yang terjadi adalah sebagian dari kedua bahan itu
berinteraksi dan bercampur, sedemikian rupa sehingga tidak mungkin
membedakannya secara seksama. Jika dihendaki memisahkan bagianbagian terkecil
dari dua kategori itu oleh instrumen khusus, maka akan tampak bahwa tiap elemen
(unsur) mempertahankan karakteristik teoretisnya. Hasilnya adalah suatu
kombinasi kimiawi antara unsur yang terdapat dalam keadaan keterkaitan permanen
tanpa perubahan karakteristik dari masing-masing unsur."
Ide-ide eksperimen Jabir itu
sekarang lebih dikenal/dipakai sebagai dasar untuk mengklasifikasikan
unsur-unsur kimia, utamanya pada bahan metal, nonmetal dan penguraian zat
kimia. Dalam bidang ini, ia merumuskan tiga tipe berbeda dari zat kimia
berdasarkan unsur-unsurnya:
·
Air (spirits), yakni yang mempengaruhi
penguapan pada proses pemanasan, seperti pada bahan camphor, arsenik dan
amonium klorida,
·
Metal, seperti pada emas, perak, timah,
tembaga, besi, dan
·
Bahan campuran, yang dapat dikonversi
menjadi semacam bubuk.
Sampai abad pertengahan risalah-risalah
Jabir di bidang ilmu kimia --termasuk kitabnya yang masyhur, yakni Kitab
Al-Kimya dan Kitab Al Sab'een, telah diterjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Terjemahan Kitab Al Kimya bahkan telah diterbitkan oleh ilmuwan Inggris, Robert
Chester pada 1444, dengan judul The Book of the Composition of Alchemy.
Sementara buku kedua Kitab Al Sab'een, diterjemahkan oleh Gerard Cremona.
Berikutnya di tahun 1678, ilmuwan
Inggris lainnya, Richard Russel, mengalihbahasakan karya Jabir yang lain dengan
judul Summa of Perfection. Berbeda dengan pengarang sebelumnya, Richard-lah
yang pertama kali menyebut Jabir dengan sebutan Geber, dan memuji Jabir sebagai
seorang pangeran Arab dan filsuf. Buku ini kemudian menjadi sangat populer di
Eropa selama beberapa abad lamanya. Dan telah pula memberi pengaruh pada
evolusi ilmu kimia modern.
Karya lainnya yang telah diterbitkan
adalah; Kitab al Rahmah, Kitab al Tajmi, Al Zilaq al Sharqi, Book of The
Kingdom, Book of Eastern Mercury, dan Book of Balance (ketiga buku terakhir
diterjemahkan oleh Berthelot), al-sab’een, dan Al-Kimya (diterjemahkan ke
Inggris menjadi The Book of the Composition of Alchemy). "Di dalamnya kita
menemukan pandangan yang sangat mendalam mengenai metode riset kimia,"
tulis George Sarton.
D.
Ibnu
Khaldun
Selama abad petengahan (abad 5-15)
ahli Injil mendominasi pemikiran Eropa. Para pemikir Eropa masih berkutat pada
pencarian hakikat manusia, yakni sekitar pertanyaan asal manusia dan
perkembangan cultural. Mereka menjawab pertanyaan ini dengan jawaban masalah
kepercayaan religious dan mengajukan ide bahwa keberadaan manusia dan semua
peradaban manusia adalah ciptaan Tuhan. Jawaban tersebut sangat teologis
meskipun sudah ada keterbukaan berpikir dibandingkan dengan masa gelap Eropa.
Sebagaimana diketahui pemikir
teologi Gereja mendominasi Eropa abad gelap. Sisi lain yang mempengaruhi
pemikir eropa adalah buah eksplorasi mereka ke dunia Timur. Mulai abad 14,
penjelajah Eropa mencari kekayaan di tanah baru yang memberikan gambaran
tentang kebudayaan eksotis yang mereka temui pada perjalanan mereka di Asia,
Afrika dan Amerika. Tetapi penjelajah-penjelajah ini tidak memahami
bahasa-bahasa di mana mereka datang dan mereka membuat penelitian singkat san
sistematis.
Pada abad 14 Ibn Kaldun menulis
sejarah universal yang mengungkapkan secara luar biasa mengenai kemampuan
pembelajaran dan kemampuan yang tidak biasa dari Ibn Khaldun yang menyusun
teori umum untuk perhitungan perkembangan politik dan social selama
berabad-abad. Dia adalah seorang sejarawan muslim satu-satunya yang menyarankan
alasan social dan ekonomi bagi perubahan sejarah. Ibn Khaldun mengangkat
rasionalitas untuk menganalisa fenomena sosial. Sikap tersebut selanjutnya
diaplikasikan dalam menginterpretasi sejarah.
Biografi Singkat
Ibn Khaldun merupakan pemikir dari
dunia Arab, di saat dunia Arab mengalami kemandegan. Ibn Khaldun yang bernama
lengkap Abu Zaid Abd-Ar-Rahman Ibn Khaldun, seorang sajarawan besar Islam pada
abad pertengahan. Ibn Khaldun dilahirkan pada 27 Mei 1332 (1 Ramadhan 732 H) di
Tunis.[4]
Keluarga Ibn Khaldun berasal dari
Hadramaut dan masih memiliki keturunan dengan Wail Bin hajar, salah seorang
sahabat Nabi Muhammad SAW. Ibn Khaldun yang terlahir dari keluarga Arab-Spanyol
sejak kecil sudah dekat dengan kehidupan intelektual dan politik.
Ibn Khaldun wafat pada tanggal 26
Ramadhan 808 H (16 Maret 1406M), tak lama stelah ditunjuk keenam kalinya
sebagai hakim. Dia dikebumikan di kawasan pemakaman orang sufi di Kairo.
Posisi Sejarah dalam Pemikiran Ibn
Khaldun
Untuk mengetahui posisi sejarah
dalam teori Ibn Khaldun, kita harus memahami dulu definisi sejarah yang
diberikannya. Ibn Khaldun melihat ada dua sisi dalam bangunan sejarah, yakni
sisi luar dan sisi dalam.[5]
Dari sisi luar, sejarah itu tidak
lebih dari rekaman perputaran kekuasaan pada masa lampau.[6]
Tapi jika ditilik secara mendalam, maka sejarah adalah suatu penalaran kritis
dan usaha yang cermat untuk mencari kebenaran; suatu penjelasan yang cerdas
tentang sebab-sebab dan asal-usul segala sesuatu; suatu pengetahuan yang mendalam
tentang bagaimana dan mengapa peristiwa-peristiwa itu terjadi. Oleh karena itu
sejarah berakar dalam filsafat (hikmah), dan sejarah pantas dipandang menjadi
bagian dari filsafat itu.
Dengan mempertautkan sejarah kepada
filsafat, Ibn Khaldun tampak juga mengatakan sejarah memberikan inspiratif dan
intuitif kepada filsafat, sedangkan filsafat menawarkan kekuatan logic kepada
sejarah. Maka dengan dibekali logika kritis seorang sejarawan akan mampu
menyaring dan mengkritik sumber-sumber sejarah, tulisan maupun lisan, sebelum
ia sampai kepada proses penyajian final dari penyelidikannya.[7]
Muqaddimah
Hampir semua kerangka konsep
pemikiran Ibnu Khaldun tertuang dalam al-muqadddimah. Di al-muqaddimah
tersebut, Khaldun menerangkan bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat
manusia atau perdaban dunia, tentang perubahan-perubahan yang terjadi, perihal
watak manusia, seperti keliaran, keramah-tamahan, solidaritas golongan, tentang
revolusi, dan pemberontakan-pemberontakan suatu kelompok kepada kepada kelompok
lain yang berakibat pada munculnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan
tingkat yang bermacam-macam, tentang pelbagai kegiatan dan kedudukan orang,
baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun kegiatan mereka dalam ilmu
pengetahuan dan industri, serta segala perubahan yang terjadi di masyarakat.
Khaldun bahkan memerinci bahwa
ekonomi, alam, dan agama merupakan faktor yang memengaruhi perkembangan
sejarah. Meski punya pengaruh, faktor ekonomi, alam dan agama bagi Khaldun
bukan satu-satunya faktor yang menentukan gerak sejarah. Ilmu lain inilah yang
diistilahkan Ibn Khaldun sebagai kultur.
Ilmu kultur bertugas mencari
pengertian tentang sebab-sebab yang mendorong manusia bertindak, disamping
melacak pemahaman tentang akibat-akibat dari tindakan itu, yaitu seperti
tercermin dalam peristiwa-peristiwa sejarah. Tujuan terakhir yang hendak diraih
dengan bantuan ilmu kultur dalam peristiwa sejarah adalah ialah aktualisasi
kebahagiaan dan kebaikan bersama melalui tindakan dan kebijkan politik.
Teori siklus gerak sejarah
sebagaimana yang dia pikirkan didasarkan pada adanya kesamaan sebagian
masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Teori ini sebenarnya merupakan
tafsir atas pemikiran Khladun, Khladun sendiri sebenarnya tidak menyampaikannya
secara eksplisit. Satu hal yang disampaikan Khaldun secara eksplisit adalah
pemikirannya tentang sejarah kritis.
Dua masalah yang mendominasi
penulisan sejarah universal, pertama ketersediaan kuantitas bahan dan
keberagaman bahasa di mana di dalamnya tertulis mengimplikasikan bahwa sejarah
universal mengambil bentuk kerja kolektif atau menjadi sejarah tangan kedua.
Kedua, prinsip dari seleksi yang dihubungkan dengan pemilihan studi untuk
membentuk taksonomi sejarah yang sesuai. Unit-unit tersebut secara geografis
(misal benua), periode, tahap perkembangan atau struktur, peristiwa penting,
saling berhubungan (misalnya komunikasi, perjuangan bagi kekuatan dunia, atau
perkembangan sistem ekonomi dunia), peradaban atau kebudayaan, kekaisaran dan
negara bangsa, atau komunitas terpilih. Sejarah universal telah ditulis
terutama oleh sejarawan Barat atau sejarawan dari Asia Barat termasuk Ibnu
Khaldun.[5]
Di al-muqaddimah, Khaldun
menerangkan bahwa sejarah adalah catatan tentang masyarakat manusia atau
perdaban dunia, tentang perubahan-perubahan yang terjadi, perihal watak
manusia, seperti keliaran, keramahtamahan, solidaritas golongan, tentang
revolusi, dan pemberontakan-pemberontakan suatu kelompok kepada kepada kelompok
lain yang berakibat pada munculnya kerajaan-kerajaan dan negara-negara dengan
tingkat yang bermacam-macam, tentang pelbagai kegiatan dan kedudukan orang,
baik untuk memenuhi kebutuhan hidup maupun kegiatan mereka dalam ilmu
pengetahuan dan industri, serta segala perubahan yang terjadi di masyarakat.
[1]
http://dedekusn.wordpress.com/2009/12/22/al-farabi-biografi/
[2]
http://rumahislam.com/tokoh/3-ilmuwan-muslim/74-ibnu-sina.html
[3] http://rumahislam.com/tokoh/3-ilmuwan/595--jabir-ibnu-hayyan-penemu-ilmu-kimia.html
[4]
Fuad Baali dan Ali Wardi. 1989. Ibn Khaldun dan Pola Pemikiran Islam. Jakarta:
Pustaka Firdaus. hlm. 9.
[5] Lembaga
Studi Islam dan Pengembangan Masyarakat. Kontribusi Pemikiran Ibn Khaldun.
Yogyakarta: LSIPM. hlm. 13.
[6]
Ibid. hlm. 14
[7]
Lembaga Studi Islam dan Pengembangan Masyarakat. op.cit. hlm. 19.
No comments:
Post a Comment