A.
Pendidikan
Masa Portugis
Portugis pertama kali singgah di
Malaka tahun 1509 M setelah sebelumnya menaklukkan kerajaan Goa di India. Ini
berarti Portugis hadir di Indonesia hampir satu dekade setelah Raden Patah
mendirikan kerajaan Islam Demak di pulau Jawa. Tahun 1511 Masehi Malaka sudah
dapat dikuasai oleh Portugis di bawah Afonso de Albuquerqe (1459-1515 M). Dua
tahun kemudian, Pati Unus putra Raden Patah memimpin armada menyerang kekuasaan
Portugis di Malaka, tetapi berakhir dengan kegagalan. Berikutnya Portugis
bergerak untuk menguasai daerah rempah-rempah yang berpusat di Maluku (berasal
dari istilah bahasa Arab: Jazirat al-Mulk, yakni kepulauan raja-raja). Ketika
Portugis menjejakkan kakinya di Maluku, seperti diutarakan oleh Russell Jones,
Islam telah mengakar di kalangan penduduk setempat sekitar 80 tahun. Di daerah
ini khususnya Ambon, melalui peran ordo Jesuit hingga tahun 1560 M, tercatat
ada sekitar 10.000 orang yang memeluk Roma Katholik dan bertambah menjadi
50.000 hingga 60.000 pada tahun 1590 M. Sementara ordo Dominikan mampu
mengkonversikan kedalam agama Roma Katholik sekitar 25.000 orang di kepulauan
Solor. Dari catatan Ismatu Ropi, Katholik Roma ini merupakan fase kedua
masuknya Kristen ke Indonesia melalui jasa ordo Jesuit di bawah payung
organisasi Society of Jesus dan ordo Dominikan yang turut hadir bersama armada
Portugis. Fase pertama adalah masuknya Gereja Timur Nestorian yang ditengarai
sempat muncul di Sibolga Sumatera Utara sekitar abad ke-16 juga. Sedangkan fase
ketiga adalah Kristen Protestan yang muncul bersamaan dengan armada pelayaran
Belanda.[1]
Praksis pendidikan pada masa
Portugis ini secara mendasar dikerjakan oleh organisasi misi Katholik Roma.
Baru pada tahun 1536, di bawah Antonio Galvano, penguasa Portugis di Maluku, didirikan
sekolah seminari yang menerima anak-anak pemuka pribumi. Selain pelajaran
agama, mereka juga diajari membaca, menulis dan berhitung. Sekolah sejenis
dibuka di Solor dimana bahasa Latin juga diajarkan kepada murid-muridnya.
Mereka yang berkeinginan melanjutkan pendidikan dapat pergi ke Goa – India yang
ketika itu merupakan pusat kekuatan Portugis di Asia. Perkembangan pendidikan
di zaman Portugis ini dapat dinyatakan berpusat di Maluku dan sekitarnya, sebab
di daerah-daerah lain kekuasaan Portugis kurang begitu mengakar.
B.
Pendidikan
Masa VOC
Pendidikan selama
penjajahan Belanda dapat dipetakan kedalam 2 (dua) periode besar,yaitu pada
masa VOC (Vereenigde Oost-indische Compagnie) dan masa pemerintahHindia Belanda
(Nederlands Indie). pada masa VOC, yang merupakan sebuah kongsi(perusahaan)
dagang, kondisi pendidikan di Indonesia dapat dikatakan tidak lepas darimaksud
dan kepentingan komersial.
a) Misi Utama VOC[2]
Orang belanda datang ke
indonesia bukan untuk menjajah melainkan untuk berdagang. Mereka di motifasi
oleh hasrat untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya, sekalipun harus
mengarungi laut yang berbahaya sejauh ribuan kilometer dalam kapal layar kecil
untuk mengambil rempah-rempah dari indonesia.
Namun pedagang itu
merasa perlunya memiliki tempat yang permanen di daratan dari pada berdagang
dari kapal yang berlabuh di laut. Kantor dagang itu kemudian mereka perkuat dan
persenjatai dan menjadi benteng yang akhirnya menjadi landasan untuk menguasai
daerah di sekitarnya.Lambat laun kantor dagang itu beralih dari pusat komersial
menjadi basis politik dan teritorial.
Setelah peperangan
kolonial yang banyak akhirnya indonesia jatuh seluruhnya di bawah pemerintahan
belanda. Namun penguasaan daerah jajahan ini baru selesai pada permulaan abad
ke 20. Metode kolonialisasi belanda sangat sederhana. Mereka mempertahankan
raja-raja yang berkuasa dan menjalankan pemerintahan melalui raja-raja itu akan
tetapi menuntut monopoli hak berdagang dan eksploitasi sumber-sumber alam.
Adat istiadat dan
kebudayaan asli dibiarkan tanpa perubahan aristokrasi tradisional digunakan
oleh belanda untuk memerintah negri ini dengan cara efisien dan murah. Oleh
sebab belanda tidak mencampuri kehidupan orang Indonesia secara langsung, maka
sangat sedikit yangmereka perbuat untuk pendidikan bangsa. Kecuali usaha
menyebarkan agama mereka dibeberapa pulau di bagian timur Indonesia. Kegian
pendidikan pertama yang dilakukan VOC.
Pada masa VOC, yang
merupakan sebuah kongsi (perusahaan) dagang, kondisi pendidikan di Indonesia
dapat dikatakan tidak lepas dari maksud dan kepentingan komersial. Berbeda
dengan kondisi di negeri Belanda sendiri dimana lembaga pendidikan dikelola
secara bebas oleh organisasi-organisasi keagamaan, maka selama abad ke-17
hingga 18 M, bidang pendidikan di Indonesia harus berada dalam pengawasan dan
kontrol ketat VOC. Jadi, sekalipun penyelenggaraan pendidikan tetap dilakukan
oleh kalangan agama (gereja), tetapi mereka adalah berstatus sebagai pegawai
VOC yang memperoleh tanda kepangkatan dan gaji.
Dari sini dapat
dipahami, bahwa pendidikan yang ada ketika itu bercorak keagamaan (Kristen
Protestan). Secara umum sistem pendidikan pada masa VOC dapat digambarkan
sebagai berikut:
a)
Pendidikan Dasar
b)
Sekolah Latin
c)
Seminarium Theologicum (Sekolah
Seminari)
d)
Academie der Marine (Akademi Pelayanan)
e)
Sekolah Cina
f)
Pendidikan Islam
Pendidikan untuk komunitas muslim relatif telah mapan
melalui lembaga-lembaga yang secara tradisional telah berkembang dan mengakar
sejak proses awal masuknya Islam ke Indonesia. VOC tidak ikut campur mengurusi
atau mengaturnya.
Pada akhir abad ke-18, setelah VOC mengalami
kebangkrutan, kekuasaan Hindia Belanda akhirnya diserahkan kepada pemerintah
kerajaan Belanda langsung. Pada masa ini, pendidikan mulai memperoleh perhatian
relatif maju dari sebelumnya.
Adapun
ciri-ciri pendidikan masa VOC adalah:
a)
Sekolah-sekolah didirikan untuk
melenyapkan agama katolik dan menyebarkan agama protestan.
b)
Pendidikan di batavia digalakkan untuk
menyiapkan tenaga kerja yang kompeten bagi VOC.
c)
Semua sekolah pada satu wilayah berada
di bawah pengawasan gereja.
d)
Kurikulumnya mengacu pada gereja.
e)
Pembelajarannya dilaksanakan secara
individu dan belum menerapkan pembelajaran klasikal.
Kurikulum yang diterapkan di
sekolah-sekolah VOC bertalian erat dengan gereja. Menurut peraturan sekolah
1643, tugas guru ialah: memupuk rasa takut terhadap tuhan, mengajarkan
dasar-dasar agama Kristen, mengajar anak berdo’a, bernyanyi, pergi ke gereja,
mematuhi orang tua, penguasa, dan guru-guru
b) Pendidikan Agama
Pada permulaan abad ke 16 hampir se
abad sebelum kedatangan belanda, pedagang portugis menetap di bagian timur
Indonesia tempat rempah-rempah itu di hasilkan. Biasanya mereka didampingi oleh
misionaris yang memasukkan penduduk kedalamagama katolik yang paling berhasil
tiantara mereka adalah Ordo Jesuit di bawah pimpinan Feranciscus Xaverius.
Xaverius memandang pendidikan sebagai alat yang ampuh untuk penyebaran agama.
Seminar dibuka di
ternate, kemudian di solor dan pendidikan agama yang lebih tinggi dapat
diperoleh di Goa, India, pusat kekuasaan portugis saat itu. Bahasa portugis
hamper sama populernya dengan bahasa melayu,kedudukan yang tak kunjung di capai
oleh bahasa Belanda dalam waktu 350 tahun penjajahan kekuasaan portugis melemah
akibat peperangan dengan raja-raja Indonesia dan akhirnya dilenyapkan oleh
belanda pada tahun 1605.
Pada awalnya VOC banyak
mendirikan sekolah di daerah Timur nusantara yang strukturpolitiknya dianggap
masih lemah, seperti Ambon dan Banda (Supriadi, 2003). Tetapi, sebenarnyatujuan
pendirian sekolah di daerah-daerah tersebut tidaklah sesederhana itu, melainkan
untukmenghalau pengaruh Portugis yang juga melakukan Katholikisasi.Pada
akhirnya sekolah-sekolah yang mengajarkan agama Katholik dan bahasa Portugis
digantikan dengan sekolah-sekolah yang mengajarkan agama Kristen dan bahasa
Belanda, sepenuhnya denganpembiayaan dari VOC tanpa campur tangan kerajaan
Belanda.
C.
Pendidikan Masa Hindia-Belanda
Setelah
VOC mengalami kebangkrutan maka Indonesia langsung berada di bawah kekuasaan
kerajaan Belanda. Saat itu di Eropa muncul aliran baru, yaitu Aufklarung.
Menurut aliran itu pendidikan harus dipisahkan dari gereja. Belanda menerapkan
aliran itu ke Indonesia. Pendidikan tidak lagi memihak suatu agama, persekolahan
diarahkan untuk membentuk suatu golongan elite social yang digunakan sebagai
alat supermasi politik dan ekonomi belanda. Tujuan pendidikan masa Hindia
Belanda adalah memenuhi kebutuhan tenaga kerja dan buruh bagi Belanda. Belanda
membatasi pendidikan hanya untuk kalangan bangsawan pribumi. Baru setelah
dicetuskannya politik etis, Belanda mulai mendirikan sekolah-sekolah barat
untuk kalangan pribumi. Pendidikan yang disediakan oleh belanda hanya sekedar
belajar membaca, menulis dan berhitung. Setelah lulus dari sekolah mereka hanya
bekerja sebagai pegawai kelas rendah bagi kantor-kantor belanda.
Menurut
Brugman, politik pendidikan merupakan inti dari politik colonial itu sendiri.
Maksudnya adalah politik pendidikan itu dijalankan adalah untuk memperkuat
kolonisasi belanda di daerah jajahannya. Politik pendidikan tidak terlepas dari
kepentingan ekonomi, maupun kekuasaan. Pada masa VOC, politik pendidikan
dijalankan untuk menyebarkan agama protestan dan melenyapkan agama katolik yang
merupakan pengaruh dari bangsa portugis setelah belanda berhasil mengusir
bangsa portugis di Indonesia bagian timur. Setelah VOC dibubarkan, pemerintah
belanda menjalankan politik pendidikan demi pemenuhan sumber daya manusia yang
terampil untuk menjadi pegawai untuk mengelola perkebunan pemerintah pada era
tanam paksa.
Adapun
ciri-ciri pendidikan belanda, antara lain:
a) Gradualisme
yang luar biasa dalam penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Gradualisme
diartikan sebagai siasat untuk mengadakan perubahan dalam penyediaan pendidikan
bagi anak-anak Indonesia secara perlahan-lahan atau sedikit demi sedikit
sehingga perkembangannya terjadi dalam waktu yang relative lama.
b) Dualisme
dalam pendidikan dengan menekankan perbedaan yang tajam antara pendidikan
belanda dengan pendidikan pribumi. Artinya dalam system pendidikan yang
diberikan terdapat diffrensiasi, baik dari segi rasial, sosial, maupun
linguistic. Terdapat juga perbedaan yang sangat mencolok antara anak-anak
belanda dengan anak-anak pribumi. Anak belanda dimasukkan kesekolah kelas satu
dan diberi akses untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, sedangkan anak
pribumi dimasukkan ke sekolah rendahan dan jenjangnya hanya sampai di situ
saja.
c) Kontrol
sentral yang kuat. Terjadi prosedur hierarkis yang sangat kuat. Segala kegiatan
pendidikan yang diketahui inspektur atau panitia khusus akan dimintai
keterangan oleh departemen yang membidangi pendidikan untuk kemudian dilaporkan
kepada gubernur jenderal, yang kemudian memberikan laporan kepada dewan hindia
belanda (Rad Van indie)untuk menerima advis dan kemudian menyerahkan masalah
itu kepada menteri jajahan yang nantinya dipakai untuk membuat kebijakan.
Menteri jajahan sendiri memangku jabatan sebagai wakil dari raja belanda dimana
gubernur jenderal bertanggung jawab langsung kepadanya.
d) Keterbatasan
tujuan sekolah pribumi, dan peranan sekolah untuk menghasilkan pegawai sebagai
factor penting dalam perkembangan pendidikan. Sekolah yang didirikan untuk anak
Indonesia sebenarnya bertujuan untuk mendidik mereka menjadi pegawai di
perkebunan pemerintah yang senantiasa berkembang selama masa tanam paksa.
e) Prinsip
konkordansi yang menyebabkan sekolah di Indonesia sama dengan di negeri
belanda. Prinsip korkodansi bertujuan untuk menjaga agar sekolah-sekolah yang
ada di hindia belanda memiliki standar yang sama dengan sekolah di negeri
belanda sehingga mempermudah perpindahan murid-murid di hindia belanda ke
sekolah di negeri belanda.
f) Tidak
adanya perencanaan pendidikan yang sistematis untuk pendidikan anak pribumi. Sekolah-sekolah
untuk anak pribumi yang tersebar di daerah-daerah masing-masing berdiri
sendiri-sendiri tanpa ada hubungan organisasi antara yang satu dengan yang lain
dan tanpa jalan untuk melanjutkannya. Berbanding terbalik dengan sekolah yang
disediakan untuk anak-anak belanda yang mempunyai organisasi yang lengkap sama
dengan sekolah di negeri belanda.
Sistem
Persekolahan Hindia-Belanda
Secara umum sistem pendidikan khususnya sistem
persekolahan didasarkan kepada golongan penduduk menurut keturunan atau lapisan
(kelas) social yang ada dan menurut golongan kebangsaan yang berlaku waktu itu.
Pendidikan Rendah (Lager Onderwijs). Pada hakikatnya
pendidikan dasar untuk tingkatan sekolah dasar mempergunakan sistem pokok
yaitu: Sekolah rendah dengan bahasa pengantar bahasa Belanda.
1)
Sekolah rendah Eropa, yaitu ELS
(Europese Lagere school), yaitu sekolah rendah untuk anak-anak keturunan Eropa
atau anak-anak turunan Timur asing atau Bumi putradari tokoh-tokoh terkemuka.
Lamanya sekolah tujuh tahun 1818.
2)
Sekolah Cina Belanda, yaitu HCS
(Hollands Chinese school), suatu sekolah rendahuntuk anak-anak keturunan tmur
asing, khususnya keturunan Cina. Pertama didirikanpada tahun 1908 lama sekolah
tujuh tahun.
3)
Sekolah Bumi putra Belanda HIS (Hollands
inlandse school), yaitu sekolah rendah untuk golongan penduduk Indonesia asli.
Pada umumnya disediakan untuk anak-anak golongan bangsawan, tokoh-tokoh
terkemuka atau pegawai negeri. Lamanya sekolah tujuh tahun dan pertama
didirikan pada tahun 1914.
Sekolah rendah dengan
bahasa pengantar bahasa daerah:
1)
Sekolah Bumi Putra kelas II (Tweede
klasee). Sekolah ini disediakan untuk golonagan bumi putra. Lamaya sekolah
tujuh tahun, pertama didirikan tahun 1892.
2)
Sekolah Desa (Volksschool). Disediakan
bagi anak-anak golongan bumi putra. Lamanya sekolah tiga tahun yang pertama
kali didirikan pada tahun 1907.
3)
Sekolah Lanjutan (Vorvolgschool).
Lamanya dua tahun merupakn kelanjutan dari sekolah desa, juga diperuntukan bagi
anak-anak golongan bumi putra. Pertama kali didirikan pada tahun 1914.
4)
Sekolah Peralihan (Schakelschool).
Merupakan sekolah peralihan dari sekolah desa (tiga tahun) kesekolah dasar
denganbahasa pengantar bahasa Belanda. Lama belajarnya lima tahun dan
diperuntukan bagianak-anak golongan bumi putra.
Disamping sekolah dasar tersebut diatas masih terdapat
sekolah khusus untuk orang Ambon seperti Ambonsche Burgerschool yang pada
tahun1922 dijadikan HIS. Untuk anak dari golongan bangsawan disediakan sekolah
dasar khusus yang disebut sekolah Raja (Hoofdensschool). Sekolah Raja merupakan
sekolah yang dipandang tinggi oleh rakyat Sumatera Barat. Semua murid memakai
pakaian yang rapi dengan dasi. Murid Sekolah itu dipandang tinggi kedudukannya
oleh masyarakat, apalagi kalau sudah memegang suatu jabatan pada pemerintahan.
Murid itu memperlihatkan tingkah laku yang berbeda, mereka menganggap dirinya
orang yang mulia di tengah masyarakat. Murid sekolah tersebut membentuk
kelompok sendiri dalam masyarakat. Mereka memisahkan diri dari pergaulan
masyarakat yang mereka anggap orang rendah yang tidak setaraf dengan mereka. Sekolah
ini mula-mula didirikan di Tondano pada tahun 1865 dan 1872, tetapi kemudian
diintegrasi ke ELS atau HIS.
Pendidikan lanjutan =
Pendidikan Menengah:
1)
MULO (Meer Uit gebreid lager school),
sekolah tersebut adalah kelanjutan dari sekolah dasar yang berbasa pengantar
bahasa Belanda. Lama belajarnya tiga sampai empat tahun. Yang pertama didirikan
pada tahun 1914 dan diperuntukan bagi golongan bumi putra dan timur asing.
Sejak zaman jepang hingga sampai sekarang bernama SMP. Sebenarnya sejak tahun
1903 telah didirikan kursus MULO untuk anak-anak Belanda, lamanya dua tahun.
2)
AMS (Algemene Middelbare School) adalah
sekolah menengah umum kelanjutan dari MULO berbahasa belanda dan diperuntukan
golongan bumi putra dan Timur asing. Lama belajarnya tiga tahun dan yang petama
didirikan tahun 1915. AMS ini terdiri dari dua jurusan (afdeling= bagian),
Bagian A (pengetahuan kebudayaan) dan Bagian B (pengetahuan alam ) pada zaman
jepang disebut sekolah menengah tinggi, dan sejak kemerdekaan disebut SMA.
3)
HBS (Hoobere Burger School) atau sekolah
warga Negara tinggi adalah sekolah menengeh kelanjutan dari ELS yang disediakan
untuk golongan Eropa, bangsawan golongan bumi putra atau tokoh-tokoh terkemuka.
Bahasa pengantarnya adalah bahasa belanda dan berorentasi ke Eropa Barat,
khususnyairikan pada belanda. Lama sekolahnya tiga tahun dan lima tahun.
Didirikan pada tahun 1860
4)
Pendidikan Kejuruan (vokonderwijs
)Sebagai pelaksanaan politik etika pemerintah belanda banyak mencurahkan
perhatianpada pendidikan kejuruan.
D.
Tabel Perbedaan Pendidikan Portugis, VOC, dan Hindia Belanda di Indonesia!
Negara
|
Tujuan
|
Ciri-Ciri
|
Bentuk Sekolah
|
Portugis
|
· Memudahkan
mencari Rempah-rempah
· Untuk
menyebarkan agama Kristen katolik.
|
·
Dikerjakan oleh organisasi misi Katholik Roma
·
Selain Pelajaran agama, juga diajarkan pelajaran
membaca, menulis, dan berhitung.
|
· Sekolah Seminari
yang menerima anak-anak pemuka pribumi
|
VOC
|
· Pendidikan
berkaitan untuk memudahkan dalam kepentingan Komersial
· Untuk
menyaingi portugis di nusantara terutama Maluku
· Untuk
penyebaran agama kristen protestan dan melenyapkan agama Kristen katolik
|
· Bercorak
keagamaan.
· Pendidikan di
batavia digalakkan untuk menyiapkan tenaga kerja yang kompeten bagi VOC.
· Semua sekolah
pada satu wilayah berada di bawah pengawasan gereja.
· Kurikulumnya
mengacu pada gereja.
· Pembelajarannya
dilaksanakan secara individu dan belum menerapkan pembelajaran klasikal
|
· Pendidikan
Dasar
· Sekolah Latin
· Seminarium
Theologicum (Sekolah Seminari)
· Academie der
Marine (Akademi Pelayanan)
· Sekolah Cina
· Pendidikan
Islam
|
Hindia-Belanda
|
· Untulk memenuhi
kebutuhan tenaga kerja dan buruh bagi Belanda
· Untuk
memperkuat kolonisasi belanda di daerah jajahannya.
· demi pemenuhan
sumber daya manusia yang terampil untuk menjadi pegawai untuk mengelola
perkebunan pemerintah pada era tanam paksa
|
· Gradualisme
· Dualisme dalam
pendidikan yang membedakan antara anak-anak belanda dan pribumi
· Kontrol
sentral yang kuat
· Pendidikan di
pisahkan dari Gereja
|
Pendidikan
rendah:
· Sekolah rendah
Eropa, yaitu ELS (Europese Lagere school)
· Sekolah Cina
Belanda, yaitu HCS (Hollands Chinese school)
· Sekolah Bumi
putra Belanda HIS (Hollands inlandse school)
Pendidikan
Lanjutan:
· MULO (Meer Uit
gebreid lager school)
· AMS (Algemene
Middelbare School)
· HBS (Hoobere
Burger School)
|
E.
Daftar Pustaka
1)
Sumarsono Mestoko, dkk. “Pendidikan di Indonesia
dari Zaman ke
Zaman”. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Badan Penelitian dan
Pengembangan Kebudayaa. Jakarta:
Rajawali Pres.
2)
Afifuddin dan Sutikno, Sobry. 2008. “Pengelolaan Pendidikan. Bandung”.
Prospect Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
[1]
http://pensa-sb.info/pendidikan-masa-kolonial-portugis/
[2]
http://copypastemakalah.blogspot.com/2012/07/perkembangan-pendidikan-pada-zaman-voc.html
No comments:
Post a Comment